Embers Ad Infinitum - Chapter 931

Bab 931: PerjalananPenerjemah:  CKtalon 

Shang Jianyao melihat ke belakang dan melihat bahwa memang tidak ada seorang pun di semua kamar. Dia hanya bisa menghela nafas dan melihat ke pintu merah darah di depan lagi.

“Pada titik ini, kita hanya bisa masuk dan bertanya langsung pada Xiaochong!” Ruam Shang Jianyao berbicara dengan suara rendah atas nama banyak orang.

Setelah mengatasi segala macam kesulitan, dia mengulurkan tangannya, menekannya ke pintu, dan mulai mengerahkan kekuatan.

Pintu merah darah perlahan terbuka, mengungkapkan kegelapan di dalamnya.

Shang Jianyao melangkah melewati pintu sekaligus. Dia segera diselimuti oleh kegelapan yang gelap gulita.

“Xiaochong! Xiaochong!” Shang Jianyao berteriak.

Suaranya menyebar jauh dan luas, tetapi tidak bergema. Ini membuat tempat ini tampak seperti gurun yang luas, bukan sebuah ruangan.

“Xiaochong! Xiaochong!” Shang Jianyao bertahan.

…..

Tidak ada yang menjawab.

Tepat ketika Shang Jianyao mencoba mewujudkan pengeras suara, dia mendengar rengekan.

Itu adalah seorang wanita yang menangis tidak jauh darinya.

“Xiaochong, kamu benar-benar memiliki kepribadian wanita?” Shang Jianyao terkejut dan iri.

Wanita itu menangis pelan dan mengabaikannya.

Shang Jianyao menebak. “Mungkinkah itu kepribadian yang dirugikan yang dihasilkan dari intimidasi? Uh, kenapa tangisan ini terdengar begitu familiar? Aku merasa pernah mendengarnya di suatu tempat…”

“Ah iya!” Shang Jianyao mengepalkan tangan kanannya dan meninju telapak tangan kirinya. “Aku mendengarnya di kompleks Ashlandic itu!”

Ilmuwan muda yang diduga berasal dari Eighth Research Institute, Lin Sui.

Shang Jianyao langsung menjadi bersemangat. “Xiaochong, kamu naksir Lin Sui setelah kamu dewasa, menyebabkan kamu terpecah menjadi kepribadian yang meniru Lin Sui?”

Suara wanita yang terisak berhenti dan dengan samar berkata, “Saya Lin Sui.”

“Hah?” Shang Jianyao bingung.

Untungnya, dia tidak bodoh. Dia memiliki sisi yang tenang dan rasional, dan dia telah dipengaruhi oleh Jiang Bohemian, jadi dia dengan cepat memikirkan kemungkinan. “Aku tidak membuka pintu merah darah yang sebenarnya tadi. Apakah saya memasuki ilusi yang diciptakan oleh Anda? Anda benar-benar datang untuk menghentikan saya! Apakah Anda Kalendaria, Shattered Mirror bulan November?”

Suara wanita itu menghela nafas pelan. “Jika kamu terus maju, kamu bisa meninggalkan tempat ini.”

“Uh …” Shang Jianyao tercengang lagi sebelum dia sadar. “Kamu diam-diam condong ke arah mengubah situasi?”

Lin Sui tidak menjawab pertanyaannya dan mulai terisak.

Shang Jianyao dengan ramah bertanya, “Apakah kamu dipaksa?”

Lin Sui masih terisak tidak jauh. Dia kadang-kadang ke kiri, kadang-kadang ke kanan, dan kadang-kadang ke depan dan belakang. Tidak ada lokasi yang dikonfirmasi. Adapun kesadarannya, Shang Jianyao tidak bisa merasakannya sama sekali.

“Karena kamu tidak akan mengatakannya, aku tidak akan bertanya.” Shang Jianyao sangat sopan dan mengubah topik pembicaraan. “Mengapa Anda ingin mempertahankan status quo saat itu? Mengapa Anda mengubah posisi Anda?”

Suara Lin Sui terdengar samar. “Lanjutkan ke depan.”

Jelas, dia tidak ingin menjawab pertanyaan Shang Jianyao.

Shang Jianyao ingin membujuknya dengan sekuat tenaga, tetapi pihak lain terisak lagi seolah-olah dia menyembunyikan sesuatu yang menyedihkan.

“Baiklah baiklah. Aku akan pergi sekarang.” Di satu sisi, Shang Jianyao sopan dan beradab. Di sisi lain, dia khawatir dia akan membuat Lin Sui marah dan diserang jika dia terus mengganggunya.

Dia melangkah maju dan berjalan beberapa meter ke depan seperti orang buta. Gumpalan hitam yang bahkan lebih redup samar-samar muncul dalam penglihatannya seperti noda tinta yang dicuci.

Gumpalan kegelapan berdiri di sana seolah-olah itu adalah pintu keluar.

Pada saat ini, Lin Sui masih menangis di kedalaman kegelapan.

Shang Jianyao dengan ramah menghiburnya. “Saya tidak tahu rasa sakit seperti apa yang Anda derita, jadi saya hanya bisa menyarankan Anda untuk lebih berpikiran terbuka.”

Saat dia berbicara, dia merentangkan tangannya, mengangkat tubuhnya sedikit, dan melihat ke atas secara diagonal. “Semuanya hanyalah mimpi. Mengapa Begitu serius?”

Lin Sui terdiam selama beberapa detik sebelum berkata, “Aku mengajari mereka kalimat ini.”

“…” Shang Jianyao terdiam sesaat.

Lin Sui mulai terisak pelan lagi. Dalam beberapa detik, bahkan tangisannya menghilang.

Baru saat itulah Shang Jianyao berjalan menuju kegelapan dengan intensitas yang lebih rendah.

Ketika dia mendekat, dia menyadari bahwa itu memang sebuah pintu — cahaya lemah yang dipancarkan dari celah itu.

Shang Jianyao membuka pintu dan berjalan keluar, tetapi dia tidak kembali ke koridor. Sebaliknya, dia muncul di lapangan hijau yang subur.

Langit di sini cerah. Ada pagoda dan pohon bodhi di mana-mana. Emas, perak, batu akik, kaca, dan barang-barang lainnya berserakan di mana-mana.

Lebih jauh adalah gunung. Di puncak gunung ada seorang Buddha raksasa—yang tampaknya terbuat dari emas—duduk bersila di atas panggung teratai.

Di sekitar gunung, para biksu berjubah biksu kuning dan kasaya merah duduk di sana, dengan penuh perhatian mendengarkan khotbah Buddha.

Beberapa dari mereka memiliki kerutan yang dalam, dan beberapa memiliki wajah hitam besi yang mencerminkan cahaya Buddha. Kesamaan yang mereka miliki adalah bahwa mereka tidak peduli dengan pendekatan Shang Jianyao.

“Jadi umat Buddha semua ada di sini.” Shang Jianyao sebelumnya bertanya-tanya mengapa tidak ada biksu di Dunia Baru di luar menara.

Dia kemudian memanifestasikan aspek Penebusan Guru Zen setengah manusia, setengah mekanis. Dia menyatukan kedua telapak tangannya dan membungkuk pada Sang Buddha. “Namo Annutara-Samyak-Subhuti, mohon pencerahannya kepada Bhikkhu Tanpa Uang ini dan hilangkan kebingungan saya.”

Sang Buddha yang duduk di singgasana teratai dengan punggung bersandar pada pohon bodhi tidak menjawab. Dia berkata kepada semua biksu dengan suara khusyuk dan agung, “Kelahiran dan kehancuran, semuanya kosong…

“Ketidakkekalan semua lapisan masyarakat adalah hukum kehidupan dan kehancuran. Hidup dan kehancuran untuk diri sendiri, kehancuran untuk kesenangan…

“Tubuh utama sunyi, terpisah dari segala sesuatu, dan karenanya dinamai Nirvana…

“Segala sesuatu yang terjadi adalah tidak kekal. Yang hidup harus mati. Jika Anda tidak hidup, Anda tidak akan mati. Kehancuran ini adalah yang paling menggembirakan…”

Zen Master Redemption menggaruk kepalanya berulang kali. Dia berharap dia bisa menunjukkan warna asli Shang Jianyao dan mendatangkan malapetaka di Tanah Suci ini untuk menghancurkan khotbah Sang Buddha.

Dia terus mengajukan pertanyaan, tetapi Sang Buddha mengabaikannya dan hanya berbicara tentang prinsip kehancuran dan transendensi.

“Sigh, seperti Cermin Hancur, dia tidak mau menghadapi kenyataan bahwa dia mengkhianati Master Zhuang dan diam-diam beralih pihak …” Shang Jianyao yang jujur ​​menggumamkan tebakannya.

Dia hanya bisa menuju ke pintu emas yang terkondensasi dari cahaya Buddha di salah satu ujung ‘Tanah Murni’ ini.

…

Di pintu masuk gedung berbentuk pusaran itu, Jiang Baimian kembali dalam waktu sekitar sepuluh menit dengan rencana yang ditargetkan.

Dia akan tetap berada di pinggiran kota kecil, terus-menerus melihat menara tinggi saat dia berjalan lurus ke depan. Bagaimanapun, tidak peduli ke arah mana dia pergi, dia akan berakhir di daerah di mana pembangkit listrik tenaga nuklir berada selama dia mendekatinya.

Setelah datang ke sini, Jiang Baimian tidak akan tersesat dan berakhir di pembangkit listrik tenaga nuklir karena hanya ada dua bangunan besar. Ketika dia tiba di tepi bangunan berbentuk pusaran, dia menggunakan trik yang sama dan berputar kembali ke pintu.

Jiang Baimian menggendong Shang Jianyao di punggungnya dan membawa peti itu dengan tangannya. Dia dengan cepat melewati meja depan dan area resepsionis dan tiba di area yang belum bisa dia masuki.

Dia mencoba masuk satu meter lebih dalam, dan dia segera merasakan kepalanya berdenyut. Dia tidak punya pilihan selain kembali ke tempat asalnya.

Tanpa ragu, Jiang Baimian meletakkan peti berisi hulu ledak nuklir ke samping. Dia kemudian membuka sabuknya dan memisahkan Shang Jianyao dari punggungnya, membiarkannya berbaring di sofa di dekatnya.

Setelah melakukan semua ini, Jiang Baimian duduk bersila, mengeluarkan kantong airnya, mulai memakan batang energi, dan beristirahat sejenak.

Dia sedang menunggu Shang Jianyao memasuki kedalaman dunia pikiran Guru Zhuang dan membuka pintu merah darah.

Ketika saatnya tiba, dia mungkin bisa mendapatkan kesempatan untuk memasuki area di depan. Hasil akhir Institut Penelitian Kedelapan mungkin tersembunyi di sana.

Agar tidak melewatkan kesempatan singkat, Jiang Baimian tidak berencana untuk terus mencari ‘Zona Penelitian Umum’ dan tempat-tempat lain di lantai atas. Dia bersiap untuk istirahat sejenak dan berusaha maju setiap menit untuk menentukan apakah dia bisa menjelajah lebih dalam.

Bagaimanapun, hal terakhir yang dia dapatkan dari menjelajahi lantai atas adalah tumpukan informasi dan situasi peneliti tertentu. Dengan mereka, Jiang Baimian dapat membentuk tim profesional dan menghabiskan lebih dari sepuluh hingga dua puluh tahun untuk mereproduksi hasil akhir Institut Penelitian Kedelapan. Tapi sekarang, hasil akhir kemungkinan besar ada di area di depannya. Mengapa dia harus membuang waktu tambahan?

Obat yang lambat seperti itu tidak dapat memenuhi urgensinya!

…

Setelah meninggalkan Tanah Suci, Shang Jianyao kembali ke pelaminan.

Tidak jauh di depannya, sebuah pintu berwarna merah darah berdiri dengan tenang.

Semua yang dia temui tampak seperti ilusi. Dari saat dia melihat pintu, dia sepertinya telah jatuh ke dalam ilusi.

Shang Jianyao berbalik dan menyadari bahwa pintu di kedua sisi lorong terbuka. Selain itu, tidak ada siapa-siapa—itu identik dengan sebelumnya.

“Menakjubkan!” Shang Jianyao memuji Cermin Hancur.

Sebaliknya, ada dua pintu di kedua sisi pintu berwarna merah darah. Salah satunya memiliki gambar ikan taichi Yin-Yang di atasnya, dan yang lainnya memiliki banyak titik dan garis yang dilukis di atasnya. Ada juga celah di kaca.

Pada saat ini, wajah dengan mata merah muncul di jendela kecil di pintu kanan. Wajah ini berwarna perak-hitam dan berkilauan dengan cahaya metalik.

“Robot! Dunia Baru juga memiliki robot? Ingatan Tuan Zhuang?” Shang Jianyao tiba-tiba menjadi bersemangat.

Wajah robot itu berkata melalui jendela di pintu, “Jangan melangkah lebih jauh. Jangan hancurkan semua yang ada sekarang!”

“Kalendaria yang mana kamu?” Shang Jianyao bertanya dengan sopan.

Wajah robot itu tiba-tiba melengkung dan berubah menjadi layar LCD. Ia berkata dengan nada yang sedikit mengejek, “Saya bukan seorang Kalendaria; kita pernah bertemu.”

“Aku bingung.” Shang Jianyao menggelengkan kepalanya terus terang.

Layar LCD tertawa. “Aku Masa Depan.”

Shang Jianyao menyadari sebelum bertanya dengan rasa ingin tahu, “Mengapa kamu tidak membuka pintu? Apa kau dikurung?”